Poldakaltim.com, SAMARINDA.- Ketua Koperasi Samudera Sejahtera (Komura), Jafar Abdul Gaffar dijadwalkan akan diperiksa lagi oleh tim penyidik terkait OTT digelar Polri di Pelabuhan Peti Kemas Samarinda, Seberang, dan kantor Komura, pada Jumat (17/3/2017) lalu, menyusul temuan aliran dana yang dipungut dari perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan batubara di wilayah Samarinda dan sekitarnya.

“Sekretaris Komura sudah ditangkap dan ditahan. Tersangka namanya DH. Untuk ketua koperasi kita akan periksa hari Rabu (22/3/2017) besok. Baru bisa dimintai keterangan, karena termasuk salah satu anggota DPRD di Kalimantan Timur,” kata Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs. Safaruddin dalam tanya jawab salah satu acara di Metro TV yang disiarkan secara langsung, Selasa (21/3/2017).

Dalam tanya jawab itu, Kapolda Kaltim menjelaskan kasus ini yang tadinya saat dilakukan OTT di dua tempat yakni Pelabuhan Palaran dan Komura, dan kini setelah dilakukan pengembangan, penggeledahan di rumah tersangka DH diketahui adanya aliran dana dari perusahaan batu bara maupun kelapa sawit di wilayah Samarinda. Dokumen yang diteliti mulai tahun 2016 hingga 2017, dan tim penyidik masih melakukan penghitungan berapa perusahaan yang dipungut maupun berapa besar dananya.

“Ini hasil pengembangan dan setelah dilakukan penggeledahan di Komura, didapatkan dokumen-dokumen, bahwa ada juga dana yang masuk dari perusahaan tambang dan sawit. Ada satu perusahaan yang kita periksa, dalam jangka waktu 1 bulan, perusahaan batubara ini menyetor Rp3 miliar,” kata Kapolda Kaltim.

Kapolda Kaltim memperkirakan jumlah perusahaan batubara dan kelapa sawit ada ratusan, sehingga dana yang dipungut Komura bisa mencapai ratusan miliar. “Baru mau diteliti hari ini, berapa perusahaan batubara dan CPO (kelapa sawit) yang membayar ke Komura. Saya tidak sebut angka pastinya. Saya perkirakan kerugian itu ratusan miliar yang ada di Komura. Karena selain di pelabuhan juga ada perusahaan tambang dan sawit,”  jelas Irjen Pol Drs. Safaruddin.

Penarikan atau pungutan-pungutan ke perusahaan-perusahaan tambang dan sawit yang ada di Samarinda dan sekitarnya itu terjadi, karena perusahaan batubara juga mengapalkan batubara, Perusahaan ini tidak memakai tenaga konvensional, begitu pula pada perusahaan kelapa sawit. Mereka sudah menggunakan konveyor,sudah menggunakan alat elektronik, atau mesin . Sehingga buruh atau tenaga kerja di sana tidak diperlukan lagi.

“Akhirnya tenaga kerja dan Komura juga komplain kepada perusahaan sawit dan batubara. Katanya begini:.. dulunya kan saya bisa bekerja di batubara, sekarang tidak bisa lagi. Tetapi saya minta kompensasi dari perusahaan batubara,” jelas Kapolda Kaltim, sembari menambahkan nilai pungutan itu sangat besar.

Dikatakannya, Komura ini adalah penyedia tenaga kerja di Pelabuhan Petikemas Palaran. Komura ini yang mewadahi buruh-buruh di pelabuhan ke dalam koperasi.Tetapi sekarang di Palaran sudah berubah. Dulunya konvensional, kini sudah berubah mengunakan peralatan-peralatan, menggunakan mesin yang bekerja secara otomatis. Jadi tenaga kerjanya berkurang.

“Tentunya harus sesuai dengan permintaan operator di pelabuhan, berapa tenaga kerja yang diminta. Dan itu tidak terjadi. Yang terjadi adalah dari Komura ini memaksakan secara sepihak masih menerapkan Pelabuhan Palaran seperti pelabuhan konvensional, sehingga menarik tarif yang besar Rp180 ribu per kontainer. Harusnya sudah tidak lagi,” kata Kapolda Kaltim.

Sementara itu,  Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengapresiasi Kapolda Kaltim dan apa yang disampaikan Kapolda betul sekali, dan harus didukung.

“Dan bukan hanya terjadi di provinsi Kaltim saja, tetapi kami juga berharap (OTT Saber Pungli) masuk ke pelabuhan di tempat lain, khususnya di Indonesia Bagian Timur.Kita tahu biaya logistik di Indonesia Timur ini tinggi, jadi jangan dibuat lebih tinggi lagi,” katanya.

(Humas Polda Kaltim)

Bagikan:
Leave A Reply

Exit mobile version